LAPORAN
PENDAHULUAN
A. Konsep
Dasar
1. Definisi
Diabetes
Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, demham
tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya
gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin
efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat
yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar,
2000 ).
Gangren
adalah proses atau keadaan yang ditandai
dengan adanya jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah
proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi. ( Askandar, 2001 ).
Gangren Kaki
Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau busuk
akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai. (
Askandar, 2001).
2. Anatomi
Fisiologi
Pankreas
merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke
limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90
gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas
merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan
maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan
yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang
merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian
ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari
epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.
Pankreas
terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
(1). Asini sekresi getah
pencernaan ke dalam duodenum.
(2). Pulau Langerhans yang tidak
tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon
langsung ke darah.
Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis
dari pamkreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari
berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar
masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 m,
sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225 m.
Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta.
Pulau langerhans manusia,
mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
(1). Sel –
sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang
manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like
activity “.
(2). Sel –
sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
(3). Sel –
sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.
Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan
struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini
nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada
penderita DM, sel beha sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan
reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808
untuk insulin manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang
tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari
disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30
asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan titik isoelektrik pada
5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein
reseptor yang besar di dalam membrana sel.
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di
simpan dalam butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan
sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas.
Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin
meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan
menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino,
asam lemak, dan hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat
berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan
transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel – sel otot,
fibroblas dan sel lemak.
Etiologi
a. Diabetes
Melitus
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi
dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya
memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai
kemungkinan etiologi DM yaitu :
1. Kelainan
sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta
melepas insulin.
2. Faktor
– faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat
menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses
secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
3. Gangguan
sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai
pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel -
sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
4. Kelainan
insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap
insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang
responsir terhadap insulin.
b.
Gangren Kaki Diabetik
Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik
dibagi menjadi endogen dan faktor eksogen.
Faktor endogen :
a. Genetik, metabolik
b. Angiopati diabetik
c. Neuropati diabetik
Faktor eksogen
: a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat
4. Patofisiologis
a. Diabetes Melitus
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan
salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
1. Berkurangnya
pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi
glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.
2. Peningkatan
mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya
metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding
pembuluh darah.
3. Berkurangnya
protein dalam jaringan tubuh.
Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah
makan. Pada hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang ginjal normal (
konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria
karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan
diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida,
potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul
polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami
keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi
polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga
pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau
hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk
energi.
Hiperglikemia yang lama
akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan
perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren.
b. Gangren Kaki Diabetik
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi
kronik DM akibat hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
1.
Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa
pada sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin.
Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan
perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan
tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan
fungsi.
2. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan
terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama yang mengandung senyawa
lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal dapat
menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri
disebabkan oleh faktor – faktor disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang
berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati
merupakan faktor penting untuk terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan
terjadinya gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan
hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma
tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik
juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik
tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan
terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada
pembuluh darah yang lebih besar maka penderita
akan merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu.
Manifestasi gangguan pembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa
dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila
dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan
asupan nutrisi, oksigen ( zat asam ) serta antibiotika sehingga menyebabkan
luka sulit sembuh ( Levin,1993). Infeksi sering merupakan komplikasi yang
menyertai KD akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor
angiopati dan infeksi berpengaruh terhdap penyembuhan atau pengobatan dari KD.
5. Klasifikasi
Wagner
( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu :
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih
utuh dengan kemungkinan
disertai
kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa
osteomielitis.
Derajat IV
: Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V
: Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
Sedangkan
Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi dua golongan :
1.
Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )
Disebabkan penurunan aliran darah ke
tungkai akibat adanya makroangiopati ( arterosklerosis ) dari pembuluh darah
besar ditungkai, terutama di daerah betis.
Gambaran
klinis KDI :
-
Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
-
Pada perabaan terasa dingin.
-
Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
-
Didapatkan ulkus sampai gangren.
2.
Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )
Terjadi kerusakan syaraf
somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki
yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh
darah kaki teraba baik.
6. Dampak masalah
Adanya
penyakit gangren kaki diabetik akan mempengaruhi kehidupan individu dan
keluarga. Adapun dampak masalah yang bisa terjadi meliputi :
a.
Pada Individu
Pola dan gaya hidup penderita akan
berubah dengan adanya penyakit ini, Gordon telah mengembangkan 11 pola fungsi
kesehatan yang dapat digunakan untuk mengetahui perubahan tersebut.
1.
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gangren kaki
diabetik terjadi perubahan persepsi dan
tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan
persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi
prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya
penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
2.
Pola nutrisi dan metabolisme
Akibat produksi insulin tidak adekuat
atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan
sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat
badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
3.
Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan
terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri)
dan pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif
tidak ada gangguan.
4.
Pola tidur dan istirahat
Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang
luka dan situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur dan
istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita mengalami
perubahan.
5.
Pola aktivitas dan latihan
Adanya luka gangren dan kelemahan otot
– otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan
aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
6.
Pola hubungan dan peran
Luka gangren yang sukar sembuh dan
berbau menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
7.
Pola sensori dan kognitif
Pasien dengan gangren cenderung
mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya
trauma.
8.
Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur
tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka
yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self
esteem ).
9.
Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem
pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek,
gangguan kualitas maupun ereksi, serta
memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
10. Pola
mekanisme stres dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan
penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan
reaksi psikologis yang negatif berupa
marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan
penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
11. Pola
tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan
penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam
melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.
b.
Dampak pada keluarga
Dengan adanya salah satu
anggota keluarga yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan muncul bermacam
–macam reaksi psikologis dari kelurga, karena masalah kesehatan yang dialami
oleh seorang anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga. Waktu
perawatan yang lama dan biaya yang banyak akan mempengaruhi keadaan ekonomi
keluarga dan perubahan peran pada keluarga karena salah satu anggota keluarga
tidak dapat menjalankan perannya.
B.
Asuhan keperawatan
Dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien gangren kaki diabetik hendaknya dilakukan secara
komperhensif dengan menggunakan proses keperawatan.
Proses keperawatan adalah
suatu metode sistematik untuk mengkaji respon manusia terhadap masalah-masalah
dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah –
masalah tersebut. Masalah-masalah kesehatan dapat berhubungan dengan klien
keluarga juga orang terdekat atau masyarakat.
Proses keperawatan mendokumentasikan kontribusi perawat dalam mengurangi /
mengatasi masalah-masalah kesehatan.
Proses keperawatan terdiri dari
lima tahapan, yaitu : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi.
1.
Pengkajian
Pengkajian
merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang mempunyai
dua kegiatan pokok, yaitu :
a.
Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan
sistematis akan membantu dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan
penderita , mengidentifikasikan,
kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese,
pemeriksaan fisik, pemerikasaan
laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
1.
Anamnese
a.
Identitas penderita
Meliputi
nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa
medis.
b.
Keluhan Utama
Adanya
rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka
yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
c.
Riwayat kesehatan sekarang
Berisi
tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah
dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
d.
Riwayat kesehatan dahulu
Adanya
riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit
lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit
pankreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
e.
Riwayat kesehatan keluarga
Dari
genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya
defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
f.
Riwayat psikososial
Meliputi
informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit
penderita.
2.
Pemeriksaan fisik
a.
Status kesehatan umum
Meliputi
keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda
– tanda vital.
b.
Kepala dan leher
Kaji
bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
c.
Sistem integumen
Turgor
kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu
kulit di daerah sekitar ulkus dan
gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
d.
Sistem pernafasan
Adakah
sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi
infeksi.
e.
Sistem kardiovaskuler
Perfusi
jaringan menurun, nadi perifer lemah atau
berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia,
kardiomegalis.
f.
Sistem gastrointestinal
Terdapat
polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan
berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
g.
Sistem urinary
Poliuri,
retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
h.
Sistem muskuloskeletal
Penyebaran
lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri,
adanya gangren di ekstrimitas.
i.
Sistem neurologis
Terjadi
penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat,
kacau mental, disorientasi.
3.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan
laboratorium yang dilakukan adalah :
a.
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan
darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam
post prandial > 200 mg/dl.
b.
Urine
Pemeriksaan
didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine :
hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
c.
Kultur pus
Mengetahui
jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.
b.
Analisa Data
Data yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokan dan
dilakukan analisa serta sintesa data. Dalam mengelompokan data dibedakan atas
data subyektif dan data obyektif dan berpedoman pada teori Abraham Maslow yang
terdiri dari :
1.
Kebutuhan dasar atau fisiologis
2.
Kebutuhan rasa aman
3.
Kebutuhan cinta dan kasih sayang
4.
Kebutuhan harga diri
5.
Kebutuhan aktualisasi diri
Data yang telah dikelompokkan tadi di analisa
sehingga dapat diambil kesimpulan tentang masalah keperawatan dan kemungkinan
penyebab, yang dapat dirumuskan dalam bentuk diagnosa keperawatan meliputi aktual, potensial, dan
kemungkinan.
2.
Diagnosa keperawatan
Diagnosa
keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau
komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah kesehatan. Aktual atau potensial
dan kemungkinan dan membutuhkan tindakan
keperawatan untuk memecahkan masalah tersebut.
Adapun
diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik adalah
sebagai berikut :
1.
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya
/ menurunnya aliran darah ke daerah
gangren akibat adanya obstruksi pembuluh
darah.
2.
Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya
gangren pada ekstrimitas.
3.
Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan
iskemik jaringan.
4.
Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa
nyeri pada luka.
5.
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
6.
Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis )
berhubungan dengan tingginya kadar gula darah.
7.
Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
penyakitnya.
8.
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet,
perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
9.
Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan
bentuk salah satu anggota tubuh.
10. Ganguan
pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
3.
Perencanaan
Setelah
merumuskan diagnosa keperawatan, maka intervensi dan aktivitas keperawatan
perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah masalah
keperawatan penderita. Tahapan ini disebut perencanaan keperawatan yang
meliputi penentuan prioritas, diagnosa keperawatan, menetapkan sasaran dan tujuan,
menetapkan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi dan aktivitas
keperawatan.
a.
Diagnosa no. 1
Gangguan
perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke daerah gangren
akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan
: mempertahankan sirkulasi perifer tetap
normal.
Kriteria
Hasil : - Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
- Warna kulit sekitar luka tidak
pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak
bertambah parah.
- Sensorik dan motorik membaik
Rencana
tindakan :
1.
Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional
: dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2.
Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan
aliran darah :
Tinggikan
kaki sedikit lebih rendah dari
jantung ( posisi elevasi pada waktu
istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari
penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional
: meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema.
3.
Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa
:
Hindari
diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan
penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional
: kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok dapat
menyebabkan terjadinya vasokontriksi
pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.
4.
Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian
vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional
: pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga
perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara
rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki
oksigenasi daerah ulkus/gangren.
b.
Diagnosa no. 2
Ganguan
integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
Tujuan
: Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil : 1.Berkurangnya oedema sekitar
luka.
2. pus dan jaringan berkurang
3. Adanya jaringan granulasi.
4. Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan :
1.
Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
Rasional
: Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu
dalam menentukan tindakan selanjutnya.
2.
Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik
menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada
luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
Rasional
: merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan
larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa
balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.
3.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin,
pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Rasional
: insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus untuk
mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan
kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit.
c.
Diagnosa no. 3
Ganguan
rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
Tujuan
: rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil :
1.Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang .
2. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan
untuk mengatasi atau mengurangi nyeri .
3. Pergerakan penderita bertambah luas.
4. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas
normal.( S : 36 – 37,5 0C, N: 60 – 80 x /menit, T : 100 – 130 mmHg,
RR : 18 – 20 x /menit ).
Rencana
tindakan :
1.
Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami
pasien.
Rasional
: untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2.
Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya
nyeri.
Rasional
: pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi
ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam
melakukan tindakan.
3.
Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional
: Rangasanga yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri.
4.
Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional
: Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan
pasien.
5.
Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan
pasien.
Rasional
: Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot untuk
relaksasi seoptimal mungkin.
6.
Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat
luka.
Rasional
: massage dapat meningkatkan vaskulerisasi
dan pengeluaran pus sedangkan BWC sebagai desinfektan yang dapat memberikan
rasa nyaman.
7.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional
: Obat –obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.
d.
Diagnosa no. 4
Keterbatasan
mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan
: Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil : 1.
Pergerakan paien bertambah luas
2. Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan
kemampuan ( duduk, berdiri, berjalan ).
3. Rasa nyeri berkurang.
4. Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara
bertahap sesuai dengan kemampuan.
Rencana tindakan :
1.
Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki
pasien.
Rasional
: Untuk mengetahui derajat kekuatan
otot-otot kaki pasien.
2.
Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas
untuk menjaga kadar gula darah dalam keadaan normal.
Rasional
: Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan
keperawatan.
3.
Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat
ekstrimitas bawah sesui kemampuan.
Rasional
: Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
4.
Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap
dapat terpenuhi.
5.
Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter (
pemberian analgesik ) dan tenaga fisioterapi.
Rasional
: Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk melatih
pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.
e.
Diagnosa no. 5
Gangguan
pemenuhan nutrisi ( kurang dari ) kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan yang kurang.
Tujuan
: Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria
hasil : 1. Berat badan dan tinggi
badan ideal.
2. Pasien mematuhi dietnya.
3. Kadar gula darah dalam batas normal.
4. Tidak ada tanda-tanda
hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana
Tindakan :
1.
Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional
: Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat
diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
2.
Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah
diprogramkan.
Rasional
: Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya
hipoglikemia/hiperglikemia.
3.
Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional
: Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan merupakan salah satu
indikasi untuk menentukan diet ).
4.
Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional
: Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang
ditetapkan.
5.
Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian
insulin dan diet diabetik.
Rasional
: Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam jaringan
sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat
penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.
f.
Diagnosa no. 6
Potensial
terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis) berhubungan dengan tinggi kadar gula
darah.
Tujuan
: Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).
Kriteria
Hasil : 1. Tanda-tanda infeksi tidak
ada.
2. Tanda-tanda vital dalam
batas normal ( S : 36 – 37,5 0C )
3. Keadaan luka baik dan
kadar gula darah normal.
Rencana
tindakan :
1.
Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.
Rasional
: Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran infeksi dapat membantu
menentukan tindakan selanjutnya.
2.
Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu
menjaga kebersihan diri selama perawatan.
Rasional
: Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk mencegah infeksi
kuman.
3.
Lakukan perawatan luka secara aseptik.
Rasional : untuk mencegah kontaminasi luka dan
penyebaran infeksi.
4.
Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik,
pengobatan yang ditetapkan.
Rasional
: Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat meningkatkan daya tahan
tubuh, pengobatan yang tepat, mempercepat penyembuhan sehingga memperkecil
kemungkinan terjadi penyebaran infeksi.
5.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika
dan insulin.
Rasional
: Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin akan menurunkan kadar
gula dalam darah sehingga proses penyembuhan.
g.
Diagnosa no. 7
Cemas
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
Tujuan
: rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria
Hasil : 1. Pasien dapat
mengidentifikasikan sebab kecemasan.
2.
Emosi stabil., pasien tenang.
3.
Istirahat cukup.
Rencana
tindakan :
1.
Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
Rasional
: Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa
memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
2.
Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa
cemasnya.
Rasional
: Dapat meringankan beban pikiran pasien.
3.
Gunakan komunikasi terapeutik.
Rasional
: Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien
kooperatif dalam tindakan keperawatan.
4.
Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan
anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan.
Rasional
: Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam
melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.
5.
Berikan
keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu
berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.
Rasional
: Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang
dirasakan pasien.
6.
Berikan
kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara bergantian.
Rasional
: Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu.
7.
Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional
: lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien.
h.
Diagnosa no. 8
Kurangnya
pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pasien memperoleh
informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil : 1. Pasien
mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat
menjelaskan kembali bila ditanya.
2. Pasien dapat melakukan
perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.
Rencana Tindakan :
1.
Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang
penyakit DM dan gangren.
Rasional
: Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui
sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga.
2.
Kaji latar belakang pendidikan pasien.
Rasional
: Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan kata-kata dan
kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien.
3.
Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatan pada pasien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
Rasional
: Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak
menimbulkan kesalahpahaman.
4.
Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi
pasien dan libatkan pasien didalamnya.
Rasional
: Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra langsung dalam tindakan yang
dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.
5.
Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan (
jika ada / memungkinkan).
Rasional
: gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan.
i.
Diagnosa no. 9
Gangguan
gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.
Tujuan
: Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota tubuhnya secar
positif.
Kriteria Hasil : - Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi
dengan lingkungan. Tanpa rasa malu dan rendah diri.
-
Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki.
Rencana
tindakan :
1.
Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan
gambaran diri berhubungan dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang berfungsi
secara normal.
Rasional
: Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya.
2.
Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya
dengan pasien.
Rasional
: Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien.
3.
Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada
pasien.
Rasional
: Pasien akan merasa dirinya di hargai.
4.
Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang
lain.
Rasional
: dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan hubungan dengan orang lain dan
menghilangkan perasaan terisolasi.
5.
Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan
perasaan kehilangan.
Rasional
: Untuk mendapatkan dukungan dalam proses berkabung yang normal.
6.
Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam
perawatan diri dan hargai pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien.
Rasional
: Untuk meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien.
j.
Diagnosa no.10
Gangguan
pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan
: Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria
hasil : 1. Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.
2.
Pasien tenang dan wajah segar.
3.
Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
Rencana
tindakan :
1.
Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
Rasional
: Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan tidur/istirahat.
2.
Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
Rasional
: mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan pasien ketika
tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.
3.
Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang
lain seperti cemas, efek obat-obatan dan suasana ramai.
Rasional
: Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain dialami dan
dirasakan pasien.
4.
Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan
teknik relaksasi .
Rasional
: Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur, teknik
relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
5.
Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
Rasional
: Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien akibat
gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.
4.
Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan
terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat
bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah
dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan interpersonal,
intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada
situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan
psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi
intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir
dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang
telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan
dalam perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif
dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai:
1.
Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam
waktu atau tanggal yang ditetapkan di tujuan.
2.
Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi
tidak sebaik yang ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3.
Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali
menunjukkan prilaku yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
No comments:
Post a Comment